Senin, 07 April 2014

Ilmu Budaya Dasar : PERAN AGAMA DALAM MEMBANGUN BUDAYA

PERAN AGAMA DALAM MEMBANGUN BUDAYA

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Islam di Indonesia merupakan mayoritas terbesar ummat Muslim di dunia. Ada sekitar 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk. Islam di Indonesia itu memiliki karakter yang khas yang membedakan Islam di negara lain, Karna perbedaan sejarah, latar belakang geografis dan latar belakang budaya , selai itu Islam datang ke Indonesia memiliki strategi dan kesiapan tersendiri yaitu: pertama, Islam ke Indonesia mempertimbangkan tradisi, tradisi berseberangan apapun tidak dilawan tetapi mencoba diapresiai kemudian dijadikan sarana pengembangan Islam. Lalu yang Kedua, Islam datang tidak mengusik agama atau kepercayaan apapun, sehingga bisa hidup berdampingan dengan mereka. yang Ketiga, Islam datang mendinamisir tradisi yang sudah usang, sehingga Islam diterima sebagai tradisi dan diterima sebagai agama. Dan yang Keempat, Islam menjadi agama yang mentradisi, sehingga orang tidak bisa meninggalkan Islam dalam kehidupan mereka. 
Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana agama islam dapat masuk ke Indonesia? Dan bagaimana hubungan agama dengan budaya lokal ?
Dalam kesempatan kali ini penulis akan menjelaskan tentang artikel peran agama dalam membangu budaya lokal, seperti agama masuk ke wilayah indonesia, agama masuk budaya lokal, mengetahui kebudayaan indonesia dankeanekargaman budayanya, dan untuk menambah wawasan saya pribadi dan teman-teman sekalian.


PEMBAHASAN
    A.    Cara Islam masuk ke Indonesia
Mula-mula Islam masuk ke Indonesia itu dengan penuh kedamaian dan diterima dengan tangan terbuka, tanpa prasangka sedikitpun. Bersama agama Hindu dan Budha, Islam memperkenalkan budaya bernegara terhadap masyarakat di Indonesia. Agama Islam masuk ke indonesia dengan berbagai cara, ada yang melalui perdagangan, pendidikan,  melalui dakwah di masyarakat, dan menggunakan kesenian sesuai dengan keadaan.

Melalui perdagangan
Para pedagang Islam dari Gujarat, Persia dan Arab tinggal selama berbulan-bulan di Malaka dan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Mereka menunggu angin musim yang baik untuk kembali berlayar. Maka terjadilah interaksi atau pergaualan antara para pedagang tersebut dengan raja-raja, para bangsawan dan masyarakat setempat. Kesempatan ini digunakan oleh para pedagang untuk menyebarkan agama Islam.


Melalui pendidikan
Para ulama atau mubaliq mendirikan pondok-pondok pesantern di beberapa tempat di Indonesia. Di situlah para pemuda dari berbagai daerah dan berbagai kalangan masyarakat menerima pendidikan agama Islam. Setelah tamat mereka pun menjadi mubaliq dan mendirikan pondok pesantern di daerah masing-masing.


Melalui dakwah
seperti kita ketahui para wali menyebarkan islam melalui dakwahnya dikalangan masyarakat, para wali tersebut adalah orang Indonesia asli, kecuali Sunan Gresik. Mereka memegang beberapa peran di kalangan masyarakat sebagai :
  1. penyebar agama Islam
  2. pendukung kerajaan-kerajaan Islam
  3. penasihat raja-raja Islam
  4. pengembang kebudayaan daerah yang telah disesuaikan dengan budaya Islam.
Karena peran mereka itulah, maka para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat.

Menggunakan Kesenian
Ketika agama Islam masuk ke Indonesia, kebudayaan Hindu masih berakar kuat. Para penyebar agama Islam tidak mengubah kesenian tersebut. Bahkan menggunakan seni budaya Hindu sebagai sarana menyebarkan agama Islam.

Seni dan budaya yang digunakan untuk menyebarkan agama Islam adalah sebagai berikut:
1. Seni wayang kulit
Cerita wayang kulit diambil dari kitab Mahabharata dan Ramayana. Perubahan diadakan, tetapi sedikit sekali. Misalnya, perubahan nama-nama tokoh-tokoh pahlawan Islam. Sunan Kalijaga adalah seorang wali yang sangat mahir mempertunjukkan kesenian wayang kulit.


2. Seni tari dan musik gamelan
Pada upacara-upacara keagamaan dipertunjukkan tari-tarian tradisional. Tarian itu diiringi musik atau gamelan Jawa. Misalnya gamelan Sekaten pada waktu upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

3. Seni bangunan
Coba anda amati wujud desain masjid-masjid kuno yang ada di tanah air ini. Misalnya, menara masjid kuno di Kudus, masjid kuno di dekat tuban, gapuranya mirip Candi Bentar, Masjid Sunan Kalijaga di Demak yang atapnya bertingkat-tingkat mirip pura Hindu.

Masjid-masjid tersebut adalah bangunan Islam, tetapi dibangun mirip bangunan Hindu. Memang para penyebar agama Islam berudaha menyesuaikan bangunan-bangunan Islam dengan bangunan Hindu. Apakah tujuannya? Agar rakyat tidak mengalami perubahan secara mendadak. Bila seorang beragama Hindu masuk Islam dan bersembahyang di masjid, merasa seolah-olah masuk ke sebuah pura.

4. Seni hias dan seni ukir
Kecuali bentuknya mirip candi, masjid-masjid kuno pun dihias dengan ukir-ukiran yang mirip ukir-ukiran khas Hindu.

5. Seni sastra
Kitab-kitab ajaran Islam diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu. Dengan demikian, isinya mudah dipahami oleh rakyat.


B. HUBUNGAN ISLAM DENGAN BUDAYA LOKAL
Agama Islam membiarkan kearifan lokal dan produk-produk kebudayaan lokal yang produktif dan tidak mengotori aqidah untuk tetap eksis. Jika memang terjadi perbedaan yang mendasar, agama sebagai sebuah naratif yang lebih besar bisa secara pelan-pelan menyelinap masuk ke dalam “dunia lokal” yang unik tersebut. Mungkin untuk sementara akan terjadi proses sinkretik, tetapi gejala semacam itu sangat wajar, dan in the long run, seiring dengan perkembangan akal dan kecerdasan para pemeluk agama, gejala semacam itu akan hilang dengan sendirinya.
Para ulama salaf di Indonesia rata-rata bersikap akomodatif. Mereka tidak serta merta membabat habis tradisi. Tidak semua tradisi setempat berlawanan dengan aqidah dan kontra produktif. Banyak tradisi yang produktif dan dapat digunakan untuk menegakkan syiar Islam. Lihat saja tradisi berlebaran di Indonesia. Siapa yang menyangkal tradisi itu tidak menegakkan syiar Islam? Disamping Ramadan, tradisi berlebaran adalah saat yang ditunggu-tunggu. Lebaran menjadi momentum yang mulia dan mengharukan untuk sebuah kegiatan yang bernama silaturrahim. Apalagi dalam era globalisasi dimana orang makin mementingkan diri sendiri. Dalam masyarakat Minangkabau misalnya, tradisi telah menyatu dengan nilai Islam. Lihat kearifan lokal mereka: Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah “adat bersendikan hukum Islam, hukun Islam bersendikan Al Quran.” Dalam tradisi lisan Madura juga dikenal abantal omba’, asapo’ iman yang bermakna bekerja keras dan senantiasa bertakwa.
Islam tidak pernah membeda-bedakan budaya rendah dan budaya tinggi, budaya kraton dan budaya akar rumput yang dibedakan adalah tingkat ketakwaannya. Disamping perlu terus menerus memahami Al Quran dan Hadist secara benar, perlu kiranya umat Islam merintis cross cultural understanding (pemahaman lintas budaya) agar kita dapat lebih memahami budaya bangsa lain.
Meluasnya Islam ke seluruh dunia tentu juga melintas aneka ragam budaya lokal. Islam menjadi tidak “satu”, tetapi muncul dengan wajah yang berbeda-beda. Hal ini tidak menjadi masalah asalkan substansinya tidak bergeser. Artinya, rukun iman dan rukun Islam adalah sesuatu yang yang tidak bisa di tawar lagi. Bentuk masjid kita tidak harus seperti masjid-masjid di Arab. Atribut-atribut yang kita kenakan tidak harus seperti atribut-atribut yang dikenakan bangsa Arab. Festival-festival tradisional yang kita miliki dapat diselenggarakan dengan menggunakan acuan Islam sehingga terjadi perpaduan yang cantik antara warna Arab dan warna lokal. Lihat saja, misalnya, perayaan Sekaten di Yogyakarta, Festival Wali Sangan, atau perayaan 1 Muharram di banyak tempat.
Dalam benak sebagian besar orang, agama adalah produk langit dan budaya adalah produk bumi. Agama dengan tegas mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. Sementara budaya memberi ruang gerak yang longgar, bahkan bebas nilai, kepada manusia untuk senantiasa mengembangkan cipta, rasa, karsa dan karyanya. Tetapi baik agama maupun budaya difahami  (secara umum) memiliki fungsi yang serupa, yakni untuk memanusiakan manusia dan membangun masyarakat yang beradab dan berperikemanusiaan.

 
Kesimpulan
Menurut pendapat penulis Islam adalah agama berbudaya, agama peradaban. Yang harus dilakukan umat Islam Indonesia supaya menjadi Islam yang kontributif, peran agama dalam budaya lokal sangatlah berarti. Dari masuknya islam ke indonesia dengan berbagai cara, dan hubungan agama dan budaya lokalnya sangat baik dengan memeluk alkitab masing masing yang diyakininya.

Referensi

Nama   : Aviantino Cleo Santana
Kelas   : 1KA08
NPM   : 11113519

Tidak ada komentar:

Posting Komentar